Tuesday, November 12, 2024

Collective Faith (2)

 (sambungan)

Mari kita lihat kisahnya dari Lukas pasal 5. "Lalu datanglah beberapa orang mengusung seorang lumpuh di atas tempat tidur; mereka berusaha membawa dia masuk dan meletakkannya di hadapan Yesus. Karena mereka tidak dapat membawanya masuk berhubung dengan banyaknya orang di situ, naiklah mereka ke atap rumah, lalu membongkar atap itu, dan menurunkan orang itu dengan tempat tidurnya ke tengah-tengah orang banyak tepat di depan Yesus. Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia: "Hai saudara, dosamu sudah diampuni." (Lukas 5:18-20).

Anda bisa lihat yang namanya usaha itu seperti apa. Tidaklah mudah menggotong seorang lumpuh untuk naik ke atas atap lalu menurunkannya dengan selamat ke bawah. Pakai apa naiknya? Tangga? Kalau tangga, bagaimana caranya mengangkat orang secara berempat dalam situasi tegak lurus ke atas? Kalaupun bisa, itu jelas memerlukan kemampuan keseimbangan yang diatas rata-rata dan kehatian tingkat tinggi. Kemudian bagaimana caranya meletakkan si lumpuh saat mereka harus membongkar atap? Tapi demi kesembuhan temannya oleh Yesus, mereka mati-matian berusaha dan mengalahkan kemustahilan.

Dan mari kita lihat apa reaksi Yesus yang saya pakai sebagai ayat bacaan hari ini. "Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia: "Hai saudara, dosamu sudah diampuni." (ay 20).

Perhatikan kata yang saya beri penekanan, "MEREKA". Yang disembuhkan adalah si orang yang lumpuh. Tapi apa yang mendasari Yesus menyembuhkannya? Jawabannya jelas tertulis dalam ayat ini, yaitu: "IMAN MEREKA". Bukan iman si lumpuh, tapi iman mereka. Kata mereka disini berarti jamak dan bukan tunggal. Bisa termasuk iman si lumpuh, tapi bisa juga iman keempat sahabatnya. Yang pasti, iman mereka secara kolektif, itulah yang menggerakkan Tuhan Yesus untuk menurunkan mukjizatNya.

(bersambung)

Monday, November 11, 2024

Collective Faith (1)

 Ayat bacaan: Lukas 5:20
==============
"Ketika Yesus melihat iman mereka, berkatalah Ia: "Hai saudara, dosamu sudah diampuni."


Saya harap anda belum bosan dengan kisah keempat orang yang menggotong sahabat mereka yang lumpuh untuk bertemu Yesus agar disembuhkan. Dalam beberapa hari ini Tuhan memang sedang gencar berbicara banyak tentang beberapa hal mengacu kepada bagian kisah yang dicatat dalam tiga Injil, yaitu Matius Markus dan Lukas.

Bagi anda yang melewatkan beberapa renungan terdahulu, mari saya berikan lagi ringkasannya. Pada saat itu Yesus tengah datang di Kapernaum. Mengetahui bahwa Yesus ada disana, orang pun berbondong-bondong datang menjumpainya. Seketika rumah dimana Yesus ada pun penuh. Dalam Markus pasal 2 ayat 2 dikatakan bahwa disana sudah tidak ada lagi tempat, bahkan di muka pintu pun tidak. Kerumunan orang seperti itu membuat siapapun menjadi sulit untuk mendekat.

Datanglah seorang lumpuh yang digotong oleh empat orang temannya. Kalau satu orang saja sulit merapat, apalagi empat orang menggotong orang lumpuh. Tapi mereka tidak kehabisan akal, meski akal tersebut tampaknya sangat sulit atau bahkan sepertinya mustahil untuk dilakukan. Mereka memutuskan untuk memanjat atap, membuka atap rumah orang tersebut dan menurunkan temannya. Mukjizat pun terjadi. Yesus menyembuhkan si lumpuh pada saat itu. Ia pulang dengan berjalan dan membawa tilamnya sendiri.

Dalam beberapa renungan terdahulu kita sudah melihat beberapa aspek terkait mengenai hal ini, yaitu dari sisi pentingnya networking dan teamwork, kerjasama yang melibatkan Tuhan dan dari sisi si pemilik rumah yang merasakan sukacita kedua dari mukjizat yang terjadi di rumahnya dan menganggap kerugian sebagai bagian dari pelayanan. Hari ini saya ingin fokus kepada hal lain yang saya rasa juga jarang sekali kita perhatikan, yaitu iman dari keempat temannya.

(bersambung)

Sunday, November 10, 2024

Lanjutan Sukacita Kedua (7)

 (sambungan)

Jangan bergembira karena roh-roh jahat itu takluk, tapi bersukacitalah justru karena itu berarti nama kita tercatat di surga. Sebuah nama yang muncul dalam kitab kehidupan akan membuat seisi surga bersukacita, dan demikian pula seharusnya dengan kita.

Mampu bersukacita dan bergembira karena kehidupan baik yang dilimpahkan Tuhan kepada kita tentu sungguh baik. Itu sudah jauh lebih baik dari orang-orang yang terlena dalam kenyamanan dan lupa untuk bersyukur atas berkat-berkat yang disediakan Tuhan bagi mereka. Menikmati sukacita sejati yang berasal dari Tuhan dimana keadaan tidak lagi bisa mengganggunya juga tentu amat baik. Tapi alangkah lebih baik lagi jika kita meningkatkan sukacita kita kepada sukacita berikutnya, yaitu sebuah sukacita yang hadir dalam diri kita ketika melihat adanya jiwa-jiwa yang diselamatkan.

Sukacita Bapa adalah sukacita kita juga. Rindukah kita untuk mengalami sukacita kedua? Sudahkah anda tergerak untuk mewartakan keselamatan kepada sesama, melakukan sesuatu bagi mereka agar mereka bisa mengalami Tuhan dalam hidup mereka melalui kita?

Jangan lupa bahwa sesungguhnya kita memikul Amanat Agung untuk mewartakan kabar keselamatan bagi setiap orang, dan kita bisa membuat surga terus bersukacita bersama dengan kita jika kita melaksanakan apa yang diamanatkan Yesus kepada setiap orang percaya. Jangan berhenti hanya pada sukacita pertama, tapi lanjutkanlah kepada sukacita kedua.

Setelah bersyukur dengan sukacita pertama, tingkatkan dengan sukacita kedua


Saturday, November 9, 2024

Lanjutan Sukacita Kedua (6)

 (sambungan)

Dalam Roma 15 Paulus menyampaikan seperti berikut ini.  "Kita, yang kuat, wajib menanggung kelemahan orang yang tidak kuat dan jangan kita mencari kesenangan kita sendiri." (Roma 15:1).

Kita masing-masing haruslah mencari atau memikirkan apa yang baik buat sesama kita demi kebaikannya, menguatkan dan membangun mereka secara spiritual, bukan hanya mencari kesenangan sendiri.

Dalam bahasa Inggris kebaikan ini digambarkan dengan lebih lengkap: "his good and true welfare, to edify him (to strengthen him and build him up spiritually)"(ay 2).  

Bentuk kepedulian seperti inilah yang sesungguhnya akan memungkinkan bangsa-bangsa berbalik memuliakan Allah dan menyanyikan mazmur bagi namaNya. (ay 9). Dan dengan demikian, bangsa-bangsa akan bersama-sama bersukacita dengan umat Allah. (ay 10).

Ketika kita bisa bersama-sama memuliakan Tuhan bersama jiwa-jiwa yang kembali ke pangkuan Tuhan, menerima anugerah keselamatan dan menjadi bagian dari karya penebusan Kristus, bukankah itu indah? Sudah sepantasnya itu bisa membuat kita dipenuhi sukacita.

Dalam kesempatan lain, mari kita lihat apa yang dikatakan Kristus. Kepada kita semua yang percaya telah diberikanNya kuasa untuk "menginjak ular dan kalajengking dan kuasa untuk menahan kekuatan musuh, sehingga tidak ada yang akan membahayakan kamu." (Lukas 10:19).

Ini adalah sebuah pemberian yang luar biasa. Bukan untuk gagah-gagahan atau pamer kekuatan, tapi adalah pemberian yang bertujuan agar kita semua diperlengkapi dalam menjalankan Amanat Agung, mewartakan kabar gembira untuk menyelamatkan jiwa-jiwa. Karena itulah Yesus selanjutnya berpesan: "Namun demikian janganlah bersukacita karena roh-roh itu takluk kepadamu, tetapi bersukacitalah karena namamu ada terdaftar di sorga." (ay 20).

(bersambung)

Friday, November 8, 2024

Lanjutan Sukacita Kedua (5)

 (sambungan)

Satu jiwa pun begitu berharga di mata Tuhan. Ketika jiwa itu kembali ditemukan, sang gembala akan menggendongnya dengan gembira (ay 5) dan akan bersukacita karena jiwa yang hilang telah ditemukan kembali. (ay 6). Dan Yesus pun dengan jelas menggambarkan suasana yang terjadi di surga ketika ada seorang bertobat. "Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita di sorga karena satu orang berdosa yang bertobat, lebih dari pada sukacita karena sembilan puluh sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan." (ay 7).

Perumpamaan berikutnya adalah mengenai dirham yang hilang. (ay 12-14). Jika seseorang memiliki 10 dirham lantas kehilangan satu diantaranya, tidakkah mereka berusaha mencari dirham yang hilang itu? (ay 8).

Jika uang lembaran 10 ribu milik anda tercecer, tidakkah anda mencoba menelusuri atau mencarinya meski di dompet anda ada seratus ribu? Sukacita pun akan hadir ketika dirham yang hilang telah ditemukan. Dan kembali Yesus menggambarkan suasana yang terjadi di surga. "Aku berkata kepadamu: Demikian juga akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa yang bertobat." (ay 10).

Semua perumpamaan dalam Lukas 15 ini menggambarkan sebuah sukacita pada tingkatan baru, bukan hanya berhenti pada sukacita ketika kehidupan kita diberkati Tuhan, tapi juga mengalami sukacita ketika ada jiwa yang bertobat, yang kembali selamat dari kesesatan. Seperti itulah sukacita kedua.

(bersambung)

Thursday, November 7, 2024

Lanjutan Sukacita Kedua (4)

 (sambungan)

Jawaban sang ayah menunjukkan sebuah gambaran utuh mengenai sukacita kedua. Anak sulung adalah anak yang selalu taat. Ia tentu bersukacita atas kehidupannya yang terjaga baik bersama sang ayah. Sayangnya sukacitanya hanya berhenti disana. Sukacitanya berhenti pada sukacita pertama yang berpusat pada kebaikan yang dirasakan diri sendiri. Si sulung tidak mampu melihat sebuah sukacita ketika adiknya yang hilang dan tadinya sesat sekarang kembali dengan selamat.

Maka sang ayah kemudian mengingatkan bahwa sudah sepatutnya ia pun bersukacita karena adiknya yang telah mati menjadi hidup kembali, yang telah hilang telah didapat kembali. Inilah bentuk sukacita kedua, yaitu sukacita yang hadir dalam diri kita ketika melihat ada jiwa yang harusnya mati tapi menjadi hidup kembali, diselamatkan dari kebinasaan dan beroleh hidup yang kekal melalui pertobatan mereka.

Dua perumpamaan sebelumnya yang disampaikan Yesus dan dicatat dalam Lukas pasal 15 menggambarkan hal yang sama.

Yang pertama, perumpamaan tentang domba yang hilang (Lukas 15:1-7) menunjukkan kepedulian Tuhan kepada jiwa yang hilang, bagaikan gembala yang akan bergegas meninggalkan 99 ekor domba yang sudah selamat demi mendapatkan satu jiwa yang sesat.

"Siapakah di antara kamu yang mempunyai seratus ekor domba, dan jikalau ia kehilangan seekor di antaranya, tidak meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor di padang gurun dan pergi mencari yang sesat itu sampai ia menemukannya?" (ay 4).

(bersambung)

Wednesday, November 6, 2024

Lanjutan Sukacita Kedua (3)

 (sambungan)

Dalam renungan kali ini saya ingin mengajak teman-teman untuk melihat bentuk sukacita ini dari beberapa perumpamaan lain yang disampaikan Yesus. Bukan hanya lewat satu atau dua, tapi lewat tiga perumpamaan.

Mari kita lihat terlebih dahulu perumpamaan ketiga tentang anak yang hilang. (Lukas 15:11-32).

Kisah anak yang hilang tentu sudah sangat familiar bagi kita. Meski demikian ada baiknya saya sampaikan sedikit seperti apa garis besarnya.

Secara singkat perumpamaan ini menggambarkan seorang anak yang keterlaluan dengan meminta warisannya ketika sang ayah masih hidup. Uang tersebut bukannya dipakai untuk hal-hal baik tapi malah ia pakai untuk berfoya-foya. Dalam waktu singkat ia jatuh miskin dan menderita. Ia pun kemudia menyesal dan memutuskan untuk pulang, apapun konsekuensinya.
Ia sudah siap meski ia harus menerima hukuman, dimarahi atau bahkan diusir. Tapi ternyata bukan itu yang menjadi reaksi sang ayah. Melihat kembalinya si bungsu, sang ayah langsung berlari menyambut dan memeluknya. Ia bahkanmenyediakan pesta besar untuk merayakan kembalinya anak yang hilang.

Semua bersukacita, kecuali abangnya, si anak sulung.

Ia merasa cemburu karena adiknya yang durhaka ternyata lebih dihargai ketimbang dirinya yang selama ini selalu taat kepada ayahnya. Ia pun menyampaikan protes.

Apa reaksi ayahnya? Ayahnya menjawab begini: "Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali." (Lukas 15:32).

(bersambung)

Tuesday, November 5, 2024

Lanjutan Sukacita Kedua (2)

 (sambungan)

Dalam renungan sebelumnya kita sudah melihat bagaimana sebuah sukacita bisa berlanjut dari diri kita pribadi kepada saat melihat orang lain mengalami Tuhan dalam hidupnya, sebuah sukacita yang saya gambarkan sebagai jenis sukacita kedua.

Ketika kita terlibat di dalamnya, dengan memandangnya sebagai sebuah pelayanan, dengan sebuah hati hamba dimana kasih Allah mengalir bisa membuat kita bersukacita meski kita harus rela rugi waktu, tenaga atau harta karenanya.

Sebuah contoh menarik dari kisah Yesus bertemu seorang pria lumpuh yang ditandu oleh empat orang temannya menunjukkan hal ini, yaitu dari sudut sang pemilik rumah dimana kesembuhan sang pria lumpuh yang diturunkan dari atap terjadi. Bukan saja pemilik rumah harus rela melihat rumahnya dipenuhi orang dengan potensi kerusakan di rumah dan halamannya, tapi ia juga harus rela melihat atap rumahnya dibuka agar si pria lumpuh bisa diturunkan ke bawah untuk bertemu Yesus.

Baik dalam Injil Lukas, Markus dan Matius dimana kisah ini dicatat tidak ditemukan adanya komplain atau keluhan dari sang pemilik rumah. Itu menunjukkan bahwa sang pemilik rumah tidak memikirkan kerugian yang dideritanya karena ia fokus terhadap sukacita yang ia rasakan dengan adanya kesembuhan ilahi yang terjadi dirumahnya. Itulah yang saya sebut dengan sukacita kedua atau sukacita selanjutnya, yaitu sukacita yang timbul saat kita melihat orang lain mengalami Tuhan.

(bersambung)

Monday, November 4, 2024

Lanjutan Sukacita Kedua (1)

 Ayat bacaan: Lukas 15:32
========================
"Kita patut bersukacita dan bergembira karena adikmu telah mati dan menjadi hidup kembali, ia telah hilang dan didapat kembali."


Saya ingat seorang teman saya semasa kuliah dulu. Entah kenapa ia sepertinya punya masalah dengan orang yang (lebih) berada darinya. Setiap melihat mobil mewah lewat ia menggerutu dan mengumpat pemiliknya yang entah siapa, kenal saja tidak. Kalau ada di parkiran, dia bisa nyeletuk: "sombong banget, digores baru tahu rasa." Lho, sombong bagaimana, itu cuma mobilnya yang parkir orangnya entah dimana. Melihat orang yang rapi dan berdandan pun sama. Pendek kata, ada sesuatu yang mewah di dekatnya, mukanya pun berubah dan kata-kata bernada negatif segera menyusul setelahnya.

Senang melihat orang susah, susah melihat orang senang. Sikap hati seperti ini menjangkiti banyak orang. Kalau sama yang tidak dikenal saja sikap hati bisa seperti itu, apalagi terhadap orang yang tidak disukai. Wah, kalau orang yang tidak disukai ditimpa masalah, senangnya bukan main rasanya. Tapi kalau mereka baik-baik saja atau malah ketiban rezeki, maka kesalnya sampai ke ubun-ubun, atau bahkan berani menuduh Tuhan bersikap tidak adil.

Rasa iri dan dengki sesungguhnya bagaikan penyakit yang menggerogoti hati. Cobalah berikan kesempatan pada rasa iri dan dengki, maka intensitasnya akan terus meningkat sehingga memperburuk kondisi hati kita.

Kalau dikira bahwa rasa ini hanya muncul saat kita melihat orang sukses ketika kita sendiri sedang susah, ternyata ada banyak penderita penyakit iri kronis ini disaat mereka sebenarnya sedang baik-baik saja, seperti teman saya di ilustrasi awal misalnya. Itulah sebabnya saya lebih suka menganggapnya sebagai penyakit yang kalau dibiarkan bisa memperburuk sikap hati.

Dalam renungan sebelumnya kita sudah melihat bagaimana sebuah sukacita bisa berlanjut dari diri kita pribadi kepada saat melihat orang lain mengalami Tuhan dalam hidupnya, sebuah sukacita yang saya gambarkan sebagai jenis sukacita kedua.

(bersambung)

Sunday, November 3, 2024

Sukacita Kedua (7)

 (sambungan)

Menempatkan diri dari sisi sang pemilik rumah, saya merasa ia sadar bahwa itu adalah bagian atau resiko dari pelayanan. Saat kita melayani, kita pun harus rela mengorbankan waktu, tenaga dan uang. Bisa jadi orang yang kita hadapi malah sulit. Memberi penolakan, marah atau kambuhan. Mungkin sudah tidak memberi apa-apa, mereka malah tidak serius dan seperti malah kita yang punya kepentingan. Tapi itulah pelayanan. So be it. Memakai hati hamba dan mengaplikasikan kasih memang butuh pengorbanan.

Adalah baik jika kita sudah bisa bersukacita tanpa terpengaruh oleh kondisi faktual yang tengah kita alami saat ini. Tingkatkanlah sukacita itu kepada sebuah sukacita saat melihat ada orang lain yang diselamatkan, saat ada yang mengalami kuasa mukjizat Tuhan, menerima jamahanNya dan mendapat kesempatan menjadi manusia baru. Dan tentu saja, menjadi bagian atau rekan sekerja Tuhan dalam misi menyelamatkan jiwa-jiwa terhilang.

Meski kita harus rugi karenanya, itu tidak apa-apa, karena sebuah hati hamba yang berisi kasih Allah seharusnya tidak memperhitungkan hal tersebut melainkan turut bersukacita menyaksikannya. Bukankah saat melihat langsung hal itu atau saat mengalaminya, iman kita pun sedang ditumbuhkan? Pandanglah segala kerugian bahkan penderitaan itu sebagai suatu kehormatan.

Be joyful not only when you look at your life with faith but also when you see people being transformed by God



Saturday, November 2, 2024

Sukacita Kedua (6)

 (sambungan)

Tapi mengacu kepada ketiga Injil yang menuliskan kejadian ini, tidak ditemukan tanda-tanda protes dari sang pemilik rumah. Tidak ada kemarahan, tidak ada keluhan, tidak ada komplain atau protes.

Ia tampaknya membiarkan saja itu terjadi. Kalau demikian, saya membayangkan bukannya marah, tapi ia justru bersukacita melihat bahwa rumahnya dipakai Tuhan sebagai tempat dimana banyak mukjizat kesembuhan terjadi dan menjadi tempat dimana Yesus menyampaikan pengajaranNya.

Bukan hanya rumahnya yang dipakai, tapi ia juga pasti menyaksikan semua mukijzat kesembuhan tepat di depan matanya, dan mendengarkan pula pengajaran Yesus secara langsung dari dekat.

Benar, setelah semuanya selesai, ia tentu harus memperbaiki sendiri atapnya setelah itu. Keluar uang lagi membeli bahan, keluar tenaga atau harus membayar upah tukang. Tapi ia tidak mempermasalahkan itu. Ia merasa terhormat dan bangga rumahnya lah yang dipilih Tuhan sebagai tempat untuk melakukan kesembuhan Ilahi dan memberi pengajaran. Di antara sekian banyak rumah di Kapernaum, yang dipakai rumah saya. Wow. Itu yang paling penting, yang lain bisa diurus nanti.

Saya pikir itulah yang ada di benaknya saat itu. Melihat orang lumpuh yang tadinya ditandu kini bisa berjalan dan membawa pulang tandunya sendiri, itu tentu pengalaman spiritual yang luar biasa.

(bersambung)

Friday, November 1, 2024

Sukacita Kedua (5)

 (sambungan)

Versi Markus mencatatnya seperti ini: "Tetapi mereka tidak dapat membawanya kepada-Nya karena orang banyak itu, lalu mereka membuka atap yang di atas-Nya; sesudah terbuka mereka menurunkan tilam, tempat orang lumpuh itu terbaring." (Markus 2:4).

Saat merenungkan ayat atau kisah ini, saya mendapat pencerahan dan melihat sesuatu yang sepertinya sangat jarang kita cermati.

Jika kemarin kita melihat kisah ini dari sisi orang lumpuh dan teman-temannya yang bersusah payah menggotongnya ke atap lantas menurunkan tepat di hadapan Yesus yang berada di dalam rumah, sekarang coba kita posisikan diri kita sebagai si pemilik rumah.

Bayangkan apabila anda adalah sang pemilik rumah. Sudah hiruk pikuk, sudah rumah anda penuh sesak oleh pengunjung, mungkin tanaman-tanaman di pekarangan hancur diinjak-injak, mungkin ada barang-barang yang jatuh dan pecah di dalam rumah, atau jangan-jangan ada yang hilang, anda masih harus melihat atap rumah anda dibongkar oleh sekelompok orang tanpa permisi atau minta ijin terlebih dahulu.

Atap rumah dibongkar bukan cuma bolong kecil tentunya, karena mereka harus menurunkan tandu dengan tilam yang ada orang di atasnya. Bisa jadi, kalau rumahnya kecil, sebagian besar atapnya sudah dibongkar.  

Jika anda adalah pemilik rumah, apa yang anda lakukan? Mungkin anda akan marah. "Hey! Apa-apaan itu? Pergi sana sebelum saya panggil polisi!" Mungkin itu reaksi spontan kita. Atau anda biarkan, tapi mencoba mencari cara bagaimana mendapatkan uang ganti rugi. Atau cari sponsor? Atau minta langsung pada Yesus.

(bersambung)

Collective Faith (2)

 (sambungan) Mari kita lihat kisahnya dari Lukas pasal 5. "Lalu datanglah beberapa orang mengusung seorang lumpuh di atas tempat tidur;...