Friday, November 1, 2024

Sukacita Kedua (5)

 (sambungan)

Versi Markus mencatatnya seperti ini: "Tetapi mereka tidak dapat membawanya kepada-Nya karena orang banyak itu, lalu mereka membuka atap yang di atas-Nya; sesudah terbuka mereka menurunkan tilam, tempat orang lumpuh itu terbaring." (Markus 2:4).

Saat merenungkan ayat atau kisah ini, saya mendapat pencerahan dan melihat sesuatu yang sepertinya sangat jarang kita cermati.

Jika kemarin kita melihat kisah ini dari sisi orang lumpuh dan teman-temannya yang bersusah payah menggotongnya ke atap lantas menurunkan tepat di hadapan Yesus yang berada di dalam rumah, sekarang coba kita posisikan diri kita sebagai si pemilik rumah.

Bayangkan apabila anda adalah sang pemilik rumah. Sudah hiruk pikuk, sudah rumah anda penuh sesak oleh pengunjung, mungkin tanaman-tanaman di pekarangan hancur diinjak-injak, mungkin ada barang-barang yang jatuh dan pecah di dalam rumah, atau jangan-jangan ada yang hilang, anda masih harus melihat atap rumah anda dibongkar oleh sekelompok orang tanpa permisi atau minta ijin terlebih dahulu.

Atap rumah dibongkar bukan cuma bolong kecil tentunya, karena mereka harus menurunkan tandu dengan tilam yang ada orang di atasnya. Bisa jadi, kalau rumahnya kecil, sebagian besar atapnya sudah dibongkar.  

Jika anda adalah pemilik rumah, apa yang anda lakukan? Mungkin anda akan marah. "Hey! Apa-apaan itu? Pergi sana sebelum saya panggil polisi!" Mungkin itu reaksi spontan kita. Atau anda biarkan, tapi mencoba mencari cara bagaimana mendapatkan uang ganti rugi. Atau cari sponsor? Atau minta langsung pada Yesus.

(bersambung)

No comments:

Lanjutan Sukacita Kedua (3)

 (sambungan) Dalam renungan kali ini saya ingin mengajak teman-teman untuk melihat bentuk sukacita ini dari beberapa perumpamaan lain yang d...